Cerita yang ditampilkan tentang perjalanan seorang anak yang bernama Pethak mencari pekerjaan kepada seorang juragan Germo. Jalannya cerita menggambarkan bagaimana proses menggarap ladang mulai dari buka ladang (babad alas), membajak (ngrakal), menanam (icir), menyemai (besik), memberi rujak (ngrujaki) hingga menuai (undoh-undoh). Di tengah jalannya cerita terdapat seling cerita fragmen adegan yang bersifat humor dan edukatif, seperti Jaranan, Cina dingklang, Kaki-nini, Polisi Hutan. Adegan selingan yang bersifat simbolik adalah sindhiran yaitu bancik endog, bancik kendi, bancik dengkul, bancik pundak dan kalongking sebagai adegan penutup.
Musik Sandur oleh masyarakat setempat disebut panjak hore, terdiri dari 25 hingga 30 orang semua laki-laki. Kalau dulu sekiatr tahun 70-an jumlah panjak hore bisa mencapai 50 orang. Mereka melantun lagu-lagu vokal dari awal hingga akhir pementasan. Peralatannya atau instrumen yang digunakan hanya sebuah kendang dan satu bumbung yang berfungsi sebagai kempol dan gong. Karena suara yang dominan adalah vokal ada yang menyebutnya musik mulut dan karena suaranya terdengar lebih keras.
Musik mulut dari 30 orang yang menggema sepanjang malam dengan karakteristik yang khas. Dari segi musikal pertunjukan sandur mempunyai kesan yang unik dan menarik. Syairnya merupakan deskripsi (nyandra) masing-masing adegan serta apa yang dilakukan oleh penari.
Penonton merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan. Keterlibatan penonton dalam pertunjukan mulai dari menyediakan makan dan minum bagi para pemain juga komunikasi pada dengan pemain saat pertunjukan serta ikut menyanyi bersama panjak hore. Selain itu tentang keterlibatan penonton dalam pertunjukan juga disebut di dalam resitasi tandhuk
Jalannya Pertunjukan
Pertunjukan Sandur yang dilakukan semalam suntuk dari pukul 20.00 hingga pukul 04.00 tetap menarik penonton dari awal hingga akhir. Kebanyakan penonton pada berdatangan menjelang pagi hari, karena ingin menonton adegan kalongan yang bersifat akrobatik magis. Sekitar pukul 20.00 panjak hore sekitar 20 orang masuk kalangan, mereka duduk melingkar menghadap rontek di pusat arena membelakangi penonton. Pra pertunjukan diawali dengan penyajian lagu-lagu panjak hore yang melantunkan lagu-lagu gambuh kalangan dilanjutkan gambuh pedanyangan.. Lagu gambuh kalangan syairnya berisi deskripsi (nyandra) tentang pembuatan kalangan atau arena dari awal hingga selesai. Lagu gambuh pedanyangan syairnya berisi permohonan ijin ke pada pedanyangan tempat pertunjukan dilaksanakan. Biasanya pada saat ini penonton sudah mulai berdatangan duduk di sekiling kalangan.
Pada akhir dilantunkannya lagu gambuh pedanyangan, muncul prosesi yang terdiri dari yang terdepan tukang obor, diikuti berturut-turut tukang upet (pembawa perapian untuk dupa), tukang kandhut (pembawa pakaian penari), empat penari Sandur, dan paling belakang tukang obor. Prosesi masuk kalangan berjalan sambil menari mengelilingi panjak hore dan rontek tiga kali terus keluar lagi untuk paes (rias busana). Adegan ini disebut Bendrong lugasan karena para penari masih belum berhias busana penari. Pada saat menunggu penari sedang berhias busana ditempat yang lain, panjak hore melantunkan lagu gambuh paras yang syairnya nyandra bagaimana penari sedang rias busana.
Setelah penari selasai memakai busana seperti pada prosesi pertama, meskipun penari sudah memakai busana namun masih menggunakan kerudung sehingga wajahnya tidak tampak. Prosesi masuk kalangan dan berjalan sambil menari keliling tiga kali terus penari duduk bersila disebelah sesaji yang telah disiapkan, yang lain bergabung dengan panjak hore. Adegan ini disebut Bendrongan dan terus diiringi oleh lagu-lagu panjak hore. Setelah penari duduk panjak hore menghentikan lagu-lagunya, dilaksanakan selamatan dibacakannya do’a dan tandhuk oleh juru kunci Sandur. Pada saat dibacakan tandhuk dan do’a secara agama Islam semua termasuk penonton menyahut dengan kata-kata “enggih” dan “amin”.
Bacaan doa berisi permohonan keselamatan dan resitasi bacaan tandhuk yang cukup panjang menceritakan jalannya asap (kukus) menyan madhu membubung tinggi hingga langit sap ke tujuh tempat bersemayam para bidadari. Setelah mencium harumnya menyan madhu 44 bidadari turun ke tempat pertunjukan, 4 bidadari masuk kepada penari dan 40 lainnya masuk ke panjak hore. Pada saat-saat tertentu diselingi lagu-lagu panjak hore yang syairnya juga menceritakan perjalanan turunnya bidadari tersebut.
Pertunjukan utama dimulai setelah selamatan dan pembacaan tandhuk selesai. Adegan pertama yaitu adegan simbolik bancik endog yang disebut sindhiran. Selanjutnya berturut-turut adegan babad alas (buka ladang), ngrakal (membajak), /c/r (bertanam), besik (menyemai), sambang tegai (menjenguk ladang) atau ngrujaki (memberi rujak), dan undoh-undoh (menuai). Di sela-sela tiap adegan diselingi adegan sindhiran bancik kendi, bancik dengkul dan bancik pundak. Adegan terakhir sebagai penutup yaitu bandhan diterus bandhulan atau kalongan yang bersifat magis akrobatik.
Menjelang adegan terakhir salah seorang penari laki-laki jatuh pingsan. Pada saat itu pula para penonton seolah tersentak langsung berdiri dan mendekat kalangan. Penari yang pingsan busana tarinya ditanggalkan dan diikat dengan tali, dimasukkan ke dalam kotak. Setelah beberapa saat dibuka, sudah terlepas dari ikatan, adegan ini disebut bandhan. Masih dalam keadaan tak sadar penari dibawa ke tempat tali yang menjulur di tengah arena. Penari naik ke atas dengan memanjat tali. Sampai di atas menari-nari sambil tiduran diatas tali, kadang menggelantong dengan kepala menjulur ke bawah. Panjak hore dan para penonton dengan serentak dan semangat melantunkan lagu kalongking seolah memberi semangat. Teriakan penonton terutama anak-anak dari berbagai arah “…mudun cung – mudun cung…” (ayo turun) berulang-ulang, yang lain tetap melantunkan lagu kalongking. Penari kalongking mengambil ketupat dan lepet yang banyak bergelantong di tali atas dan dilemparkan ke pada penonton. Penonton berebut kupat dan lepet, bagi mereka yang mendapatkan dipercaya mendapat keberuntungan. Setelah beberapa saat penari turun dan disambut oleh juru kunci dibawa berputar-putar kalangan hingga sadarkan diri. Penari sadar memakai pakaian sehari-hari, panjak hore melantunkan lagu gambuh uleh-uleh sebagai pertanda dan pengantar para bidadari pulang ke asalnya dan pertunjukan selesai.
selanjutnya pada Kesenian Tuban ( 3 ) ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat