Dalam kekayaan flora,
Indonesia menduduki urutan ke 3 di dunia. Dengan posisi itu salayaknya
Indonesia menjadi barometer perkembangan seni bonsai di dunia. Mengingat budaya
bonsai di Indonesia jelas lebih berkembang disbanding Brasil dan Kongo urutan 1
dan 2 dalam kekayaan flora.
Sampai saat ini Jepang masih menjadi
barometer perkembangan seni bonsai. Benar Jepang memang lebih dulu mengenal dan
mengembangkan seni bonsai dibanding kita. Tetapi, bukankah seni bonsai asalnya
bukan dari Jepang? (konon dari Tiongkok) Bukankah dalam kekayaan flora Jepang
tidak ada apa apanya dibanding Indonesia? Mengapa lama (dan sampai saat ini)
Jepang bisa jadi barometer seni bonsai ?
Di Jepang (juga
Tiongkok dan Taiwan) bonsai sudah jadi gaya hidup. Tidaklah lengkap hidup ini
jika tidak memiliki dan menggeluti bonsai. Bahkan bonsai sudah menjadi simbol
status. Seberapa harta pun yang dimiliki, jika belum punya bonsai, masih
dianggap belum kaya.
Di Jepang, seni bonsai
menduduki posisi sangat terhormat. Bahkan mengalahkan olah raga legendaris
Jepang, Sumo. Jika ada pertandingan Sumo, penonton selalu penuh, tetapi
penontonnya memakai pakaian biasa, sehari-hari. Berbeda dengan pameran bonsai.
Banyak pengujung pameran bonsai memakai pakaain resmi seperti mau kondangan,
pakai jas lengkap.
Tidak jarang keluarga
kaisar Jepang pun menyempatkan diri ke tempat pameran dengan seksama mengamati
satu demi satu bonsai yang dipamerkan. Jangan tanya jumlah pengunjungnya,
selalu penuh.
Pameran bonsai di
Jepang adalah ajang yang sangat bergengsi. Masyarakat Jepang sangat mengapresiasi
karya-karya seni bonsai yang ditampilkan dalam pameran. Apalagi melihat
bonsai-bonsai yang dinyatakan sebagai pemenang mereka sangat mengaguminya.
Maklum, juri-jurinya memang sudah dikenal punya reputasi sebagai seniman bonsai
piawai.
Karya-karya bonsai
mereka sangat diakui komunitas bonsai Jepang dan mancanegara. Karena
karya-karya mereka hebat, ketika jadi juri, pilihan mereka tidak pernah
diragukan. Komunitas bonsai di sana tahu persis, juri-juri itu sudah sangat
paham tentang seni bonsai, sangat terampil dalam membuat bonsai, sangat cermat
ketika menilai dan integritasnya sangat teruji.
Keprofesionalan juri
bonsai Jepang, Taiwan dan juri – juri dari Amerika dan Eropa sangat tampak
ketika memberi penjelasan. Ketika ditanya mengapa bonsai yang ini dan bonsai
yang itu menang. Mereka akan mengurai secara rinci detail kekurangan
masing-masing bonsai. Penjelasan kekurangan bonsai yang satu dengan bonsai yang
lain berbeda tergantung kekurangannya masing-masing. Penjelasan yang diberikan
selalu berkisar pada masalah – masalah seni dan estetika.
Dengan kondisi
perbonsaian seperti itu, tidaklah mengherankan jika banyak penggemar bonsai di
sana yang terus berusaha memperluas wawasannya dibidang seni bonsai dan terus
berusaha meningkatkan ketrampilannya dalam berkarya membuat bonsai. Kegairahan
memperluas wawasan dan berkarya membuat bonsai ini bukan hanya terjadi di
Jepang saja.
Negara-negara lain
misal, Taiwaan dan beberapa negara di belahan bumi Eropa juga menunjukkan
kecenderungan yang sama. Mereka semua berusaha mengusai ilmu pengetahuan
tentang seni bonsai baik teoritis maupun praktis. Terbukti dari hasil karya
seniman-seniman mereka yang akhir-akhir ini seperti mengalami lompatan besar.
Komunitas bonsai
Taiwan bahkan sudah melakukan penelitian tentang alur distribusi sari-sari
makanan pada jenis pohon Juniperus dan beberapa pohon lainnya.
Bagaimana dengan komunitas bonsai
Indonesai?
Sudah saatnya kita bekerja,
Bukan hanya bicara . . .
Sudah saatnya kita berkarya,
Bukan hanya bergaya . . .
Bukan hanya bergaya . . .
Sudah saatnya kita beraksi,
Bukan hanya pasang aksi . . .
Sudah saatnya kita buat prestasi,
Bukan hanya basa-basi . . .
(Inspirasi : Sulistyanto Soejoso, 2006)
Bonsai di Indonesia
baru sampai pada tingkatan hobi, belum merupakan gaya hidup. Saya yakin, di
Indonesia, bonsai sangat potensial untuk diangkat sampai pada tingkatan gaya
hidup. Hanya, untuk bisa sampai ke tingkatan itu, perlu ada pembenahan pada
beberapa hal.
Pertama,
pameran-pameran bonsai di Indonesia harus dikemas lebih professional.
Kreatifitas dalam karya seni bonsai dan teknik display harus terpancar jelas
dalam pameran-pameran (baca : Mc donalisasi pameran bonsai, Majalah Kembang
Edisi 8). Agenda pameran sepanjang tahun 2010 misalnya, harus sudah
terpublikasikan (bukan hanya di Indonesia) ke mancanegara (via internet) sejak
awal tahun 2009. Tujuan akhir dari publikasi ini adalah, pameran bonsai menjadi
salah satu tujuan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kedua, komunitas
bonsai Indonesia harus meningkatkan kesadarannya untuk menguasai dan kemudian
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang seni bonsai, baik dari sisi teoritis
maupun praktis (bukan hanya pandai bicara, tapi juga mampu berkarya). Dalam hal
ini, peran organisasi sangat penting. Contohlah PPBI Sidoarjo – Jawa Timur.
Pengurus PPBI Sidoarjo tiap bulan punya agenda rutin, diskusi dan demo soal
seni bonsai, dengan mendatangkan narasumber dari berbagai kota dan dari
berbagai disiplin estetik.
Ketiga, dalam pameran
bonsai, kapabilitas, kredibilitas, dan integritas juri sangat menentukan. Jika
juri yang ditugaskan itu sudah menghasilkan karya-karya bonsai yang dikagumi
banyak orang, maka ketika dia ditugaskan menjadi juri, komunitas bonsai yakin
bahwa juri itu pasti mampu memilih bonsai yang indah.
Jika juri mampu
menjaga dirinya dan bisa menolak rayuan-rayuan, baik berupa kata-kata, materi
berupa uang atau barang, atau pun tawaran jasa yang kelihatannya baik yang
datangnya dari peserta pameran, maka komunitas bonsai pasti percaya penuh,
bahwa juri itu mampu membuat penilaian secara obyektif.
Sekali saja, juri mau
menerima rayuan-rayuan seperti itu, pada saat itulah kepercayaan dari komunitas
langsung hilang, dan itu untuk selamanya. Tidak peduli, apakah
pemberian-pemberian itu diserah-terimakan sebelum atau sesudah pameran, di
dalam atau di luar arena pameran. Paling parah, juri seperti itu tidak akan
dihormati lagi dan disepelekan oleh komunitas, sampai kapan pun.
Juri harus berusaha
memiliki penguasaan ilmu pengetahuan seni bonsai, baik dari sisi teoritis
maupun praktis, melebihi wawasan yang dimiliki komunitas bonsai yang tidak jadi
juri. Untuk apa? Supaya, ketika ada yang meminta penjelasan juri bisa
memberikan jawaban secara detail dari aspek-aspek seni dan estetika. Jangan
sampai, ketika ditanya peserta (dimana pun pameran itu dilaksanakan), mengapa
bonsai ini dan bonsai itu tidak menang, jawabannya selalu seragam “Bonsai
ini/itu tidak menang, karena belum matang”.
Sekali lagi, saya
sangat yakin, seni bonsai bisa menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
Indonesia. Hal ini bisa terwujud, jika semua pihak mau bekerja dan berusaha.
Jangan hanya menunggu dan berharap mukjizat dari langit. Selamat bekerja dan
berkarya. Sulistyanto Soejoso
By :
Ogix69press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat