Senin, 05 Mei 2014

Menjelajahi Alam Bonsai Budi Sulistyo



Maestro bonsai Indonesia, Budi Sulistyo, tak hanya nama saja. Di kediaman yang luasnya sekitar 450 meter, tepat di belakangnya ada taman dengan lanskap bonsai dan kolam ikan.
Di dak rumahnya, ada taman dua tingkat yang luasnya separuh rumah. Isinya bermacam bonsai, hampir semuanya sudah jadi, tampak sempurna akar, batang utama, cabang, hingga ranting.
Budi Sulistyo tak hanya dikenal pebonsai di Indonesia, tetapi juga di dunia. Ia bahkan kerap melawat ke mancanegara dan berbagai daerah di Indonesia.
Ia mulai membonsai sejak remaja. "Ini bonsai beringin, saya memeliharanya sejak 1979. Usianya hampir sama dengan Anda," katanya saat berbincang di taman lantai tiga rumahnya, Jumat (7/2).
Ia berkisah, sejak muda ia memelihara beringin yang didapatkan di jalan-jalan. Semasa menyelesaikan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IKIP Sanata Dharma, ia getol memelihara tanaman untuk mengisi kekosongan waktu.
"Beringin kecil taruh di pot, tiba-tiba teman datang dan menegur, kamu pelihara bonsai ya. Dulu saya yang berpikir spiritual tentang dunia beringin, tiba-tiba berpikir, wah ini bonsai," ujar lelaki kelahiran 25 Februari 1952 tersebut .
Dari situlah, Budi bersama seorang kawannya mengenal seorang perempuan tua pencinta bonsai di Yogyakarta, yang memelihara bonsai ukuran besar. Kendati bentuknya masih sederhana. di masa itu sudah termasuk bagus. Saat itulah ia semakin menyukai bonsai.
Budi kemudian sempat bekerja sebagai konsultan di Bandung. dan Di kontrakannya dia pun memelihara bonsai. Sementara itu, bonsainya tetap terpelihara di rumah orang tuanya. Barulah ketika menikah dan menetap pada 1981, bonsainya dikumpulkan dan semakin banyak.
Pada sekitar 1980, dalam sebuah pameran ia sempat melihat karya Sugito Sigit, pendiri Perkumpulan Penggemar Bonsai I(PPBI) ndonesia yang memiliki bonsai beringin dengan akar-akar gantung.
"Di sana saya melihat dunia bonsai di Jakarta sudah maju. Saya cari alamat beliau (Sugito Sigit). Tahun 1982, saya menjadi anggota dan ketika itu ada perpecahan sehingga anggotanya hanya tujuh orang," ujar Budi.
Budi mengaku mempelajari bonsai otodidak. Dari kecil, ia sudah menyukai tanaman bahkan memelihara tanaman yang disukai ibunya, seperti pohon pisang hingga anggur.
Pada usia 30-an, dia mulai aktif. Pada masa itu, dia dan kawan-kawan memulai pameran di Pusat Kebudayaan Jepang sehingga anggotanya mencapai 50 orang. Dia bersama kawan-kawan pada masa itu pun membuka kursus.
Pada masa itulah, Ismail Saleh yang menjabat menteri kehakiman pada pemerintahan Presiden Soeharto ikut menjadi Penasihat PPBI. Ketika itu, gairah bonsai di Indonesia meningkat dinamis.
Pada 1988, Budi mengirimkan foto bonsai dalam sebuah perlombaan bonsai internasional di Osaka, Jepang, Ia menang. Budi juga mengisi acara pengetahuan bonsai di TVRI.
Acara yang berisi delapan hingga sepuluh episode itu disiarkan berulang hingga sepuluh tahun. Semua kegiatan yang dilakukan setiap pencinta bonsai membuat bonsai ketika itu memiliki banyak pencinta.
Rencana menggelar bonsai di Bali dalam momen Asia-Pacific Bonsai Suiseki Convention and Exhibition (ASPAC) pada 1991 pun disiapkan. Budi dan kawan-kawan bahkan sudah mempromosikan acara itu dalam acara Bonsai Clubs International yang dilakukan di Hawaii pada 1990.
“Di Nusa Dua, Bali, itula pertama kali diadakan pameran bonsai internasional di Indonesia. Kendati masyarakat Indonesia yang datang hanya kalangan tertentu, penbonsai dari 15 negara datang. Kami membuat sejarah di sana karena di Asia, kecuali Jepang, itulah pertama kali ada convention bonsai,” ujar lelaki yang bekerja di bidang properti ini.
Diundang Melatih
Budi pertama kali diundang melatih bonsai di Bombay, India, 1992. Mereka mengundangnya setelah kegiatan bonsai internasional di Bali. Pengajar bonsai dari Indonesia dibutuhkan karena ketika itu India membutuhkan pengajar bonsai dari negara yang sama-sama beriklim tropis, yang jenis pepohonannya hampir sama.
Impian Budi adalah memasyarakatkan bonsai. Tanaman indah dan mungil ini dapat membuang pikiran yang suntuk seusai bekerja. Indah dan tenang ketika menikmati bonsai. “Bonsai bagi saya itu bukan urusan duit, tapi membuang stres. Ilmu selalu saya sebarkan kepada siapa saja yang ingin belajar, siapa pun orangnya," ujarnya.
Menurutnya, seni tanaman indah ini berbeda dengan yang lain. Pohon itu hidup dan berkembang. Karena itu, ego, pikiran, dan kehendak estetik kita dapat dimasukkan ke dalam bonsai. “Bila menyukai bonsai, kita akan detail memperhatikan batang dan cabang. Kita juga mencari gerak dasar pohon, termasuk memperhatikan pertumbuhan dan kesehatan pohon,” ujarnya.
Alasan lain dia menyukai bonsai karena seni bertanam yang satu ini menyalurkan rasa cintanya kepada lingkungan. “Dengan bermain bonsai, saya memiliki banyak teman. Bonsai juga dapat menjadi teman yang setia dan tak pernah meninggalkan saya. Saya akan mencintai bonsai sampai mati,” ujar suami Titik Megawati dan ayah dari Christine (32) dan Monique (30) ini sambil terkekeh.
Berbagi Lewat Buku
Budi Sulistyo mengaku ingin membagikan ilmunya lewat buku. Orang dapat mengetahui dunia bonsai dengan membaca buku. "Karena itu, saya menerbitkan buku pertama saya berjudul Bonsai pada 1988," ujar lelaki yang kemudian menerbitkan buku lain yang berjudul Estetika Bonsai dan yang terakhir berjudul Galeri Bonsai. “Itu terbit dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,” ujarnya.
Maestro bonsai yang juga suka mengoleksi karya seni dan menyukai traveling ini bahkan sedang menyiapkan buku keempatnya. Dia melihat ada perbedaan fenomena besar antara negeri tropis dan subtropis sehingga buku untuk negeri tropis pun dibutuhkan.
Indonesia, misalnya, sebagai negeri tropis memiliki banyak kekayaan alam, termasuk pepohonan sehingga trennya kerap bergeser. Indonesia tak hanya mengikuti Jepang dan China yang memiliki pinus, namun juga memiliki cemara udang dan santigi. Karakter kedua pohon ini hampir sama dengan pinus. “Namun, perkembangan pohon pinus lebih lambat dari cemara udang,” ujarnya.
Untuk orang awam, Budi berharap, pengenalan pada dunia bonsai membuat masyarakat makin mencintai lingkungan. Selain itu, para penbonsai selama ini nyatanya kerap menciptakan ekonomi kreatif untuk masyarakat di sekelilingnya.
Selain menyerap lapangan kerja untuk para pegawai lapak bonsai, ini mendukung pekerjaan lain, seperti untuk menyediakan pupuk, menyiapkan pot, juga membuka kesempatan para penjual lapak tanaman. “Jadi, bonsai tak hanya berguna untuk diri sendiri, tetapi juga berguna bagi masyarakat,” tutur Budi.

Sumber : Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat