Rabu, 04 Desember 2013

Relevansi Teori Dimensi, Komposisi & Perspektif Dalam Seni Bonsai

Dalam seni bonsai, kita sering berbicara mengenai dimensi, komposisi dan perspektif; sebenarnya apa pengertian dan bagaimana penerapannya dalam seni bonsai secara konkrit ?

Ketiga unsure tersebut adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam estetika seni bonsai, saling berkaitan dalam praktek mulai dari training awal sampai pemilihan wadah tanam yang dipakai serta menataan kontur tanah dan pemakaian lumut.

Dimensi. 
Dimensi adalah ruang yang ditempati oleh fisik suatu benda. Kita mengenal benda bertiga-dimensi dan dua-dimensi. Suatu benda disebut 3-dimensi bila fisik benda tersebut menempati ruang dalam tiga orientasi berupa tinggi, panjang dan lebar (cont.: Bonsai); dan suatu benda disebut 2-dimensi bila fisik benda tersebut hanya menempati dua orientasi ruang, contohnya lukisan yang hanya menempati dua orientasi ruang.

Komposisi. 
Komposisi adalah tata letak dan susunan satu atau beberapa objek dalam suatu ruang tertentu; ruang tersebut bisa dalam bentuk 3-dimensi atau 2-dimensi.

Perspektif. 
Perspektif adalah persepsi pandangan kita terhadap suatu objek yang kita lihat dalam bentuk 2-dimensi. Secara sederhana bisa kita contohkan sebagai berikut :
Bila kita melihat dengan 2 belah mata sebuah pemandangan danau dengan gunungnya, efek yang kita lihat adalah 3-dimensi ; tetapi bila kita tutup sebelah mata kita dan hanya melihat dengan sebelah mata, maka efek pemandangan yang kita lihat adalah 2-dimensi dan kesan jarak antara danau dan gunung yang kita persepsikan adalah perspektif belaka karena kita kehilangan orientasi lebar. Demikian juga yang kita lihat dalam foto atau lukisan.
Jadi perspektif adalah persepsi ilusi orientasi kedalaman ruang dalam bidang pandang 2-dimensi, atau rekayasa ilusi untuk menciptakan persepsi ruang yang lebih dalam dari yang sebenarnya pada objek 3-dimensi.

Saat kita berbicara mengenai seni Bonsai, kita tahu bahwa percabangan adalah elemen untuk membentuk dimensi; perantingan dan perdaunan adalah elemen untuk membentuk komposisi; dan tata-letak serta konfigurasi penataan percabangan, perantingan, perdaunan serta tajuk secara keseluruhan dapat membentuk perspektif desain. Tata-letak serta konfigurasi elemen-elemen tersebut di atas dapat membentuk ilusi pada aspek volume pohon serta ilusi dimensi ke-tiga. Sekarang muncul pertanyaan : Bonsai adalah benda 3-dimensi, sedangkan perspektif adalah suatu konsep untuk bidang 2-dimensi, bagaimana mungkin ?

Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Bonsai adalah objek 3-dimensi yang kita nikmati atau kita pandang dalam kontekd 2-dimensi karena kita selalu tentukan satu sudut tertentu sebagai “depan”. Saat kita menentukan cabang untuk membentuk dimensi, tujuannya adalah untuk membentuk orientasi tinggi rendahnya cabang, panjang pendeknya serta orientasi lebar ke seluruh arah.
Tetapi dalam penataan 3-dimensi tersebut, kita harus mampu membentuk sehingga tata-letaknya dapat membentuk suatu “perspektif” yang merefleksikan keharmonisan saat kita melihat bonsai tersebut dari satu sudut pandang tertentu atau dengan sebelah mata (2-dimensi), atau hasil foto; karena objek bonsai tersebut berada dalam suatu bingkai sempit yang membatasi pandangan kita saat kita memandang dari depan (satu titik pandang). Oleh sebab itu, sering ada bonsai yang apik saat dilihat langsung, tetapi kurang indah saat difoto.

Saat kita membentuk ranting dan daun untuk garis canopy, yang kita perhatikan adalah bagaimana menyusun ranting, anak ranting serta daun supaya menciptakan suatu tata ruang yang harmonis dan berimbang saat kita memandang bonsai tersebut dari sudut pandang tertentu dalam suatu bingkai pandang.
Demikian juga saat kita meletakkan bonsai tersebut pada wadah tanamnya, sebenarnya yang kita ciptakan adalah keharmonisan dan keseimbangan penampilan, bukan saja dalam pandangan 3-dimensi, tetapi juga pada pandangan datar yang di dalam seni lukis disebut “Picture Plane”.

Bila kita membuat sebuah karya bonsai gaya grouping dengan susunan perbukitan, batu-batuan, sungai atau jalan setapak, di sini kita dituntut untuk menguasai hukum perspektif supaya tata ruang dalam wadah yang sempit tersebut tetap dapat mencerminkan panorama yang terkesan mempunyai kedalaman yang lebih jauh.


Image

"Susunan dan setting semua elemen pohon tersebut beserta wadah tanam menciptakan komposisi desain. Konfigurasi percabangan dan perantingan dengan pengarahannya menciptakan dimensi pohon; tetapi dengan tata-letak tertentu, termasuk over-lapping percabangan dan kontur tanah, kita dapat menciptakan efek perspektif yang indah dengan ilusi kedalaman yang nyata walau hanya dilihat dari foto. Warna dan kontur adalah bagian dari elemen yang dapat dipakai dalam teori perspektif."


Yang menarik adalah, kenyataannya teori perspektif sudah terlihat pada lukisan Cina dari abad-11 (dinasti Sung) walaupun belum sempurna secara matematik; sedangkan pada lukisan Jepang, teori tersebut baru muncul mulai abad-14. Teori ini mulai dikenal secara ilmiah pada jaman Renaissance dengan teori “Linear Perspective”, kemudian baru berkembang pesat di abad-15 pada jaman Romawi berjaya khususnya teori “Curvilinear Perspective” yang ditemukan oleh Leonardo da Vinci.

Hukum perspektif : “ Semakin menjauhnya suatu objek, maka akan semakin mengecil hingga pada titik di mana objek tersebut menghilang – disebut “Vanishing Point” (VP) di mana dari titik tersebut ditarik garis linearnya. Garis horizon (Horizon Line) juga sangat mempengaruhi perspektif, semakin rendah letak Horizon Line (HL), objek akan semakin terkesan tinggi dan monumental. Konsep tersebut berlaku untuk seni Bonsai pada tinggi rendahnya titik pandang kita, dan hal ini berpengaruh langsung pada pengaturan dimensi serta komposisi cabang dan ranting.

Kita sering memakai istilah “ nge-pen “ dalam menjelaskan bentuk batang yang mengecil dari bawah ke atas pada sebuah Bonsai, kemudian menurut text-book, ukuran cabang harus semakin mengecil ke bagian atas dan letaknya juga harus semakin mendekat. Apa maksud dari aturan tersebut ?
Salah satunya adalah alasan hukum perspective, dengan asumsi kita selalu melihat pohon dari bawah ke atas pada jarak yang relatif dekat, sehingga letak dan jarak setiap cabang mulai dari bawah ke atas akan kelihatan semakin mendekat dan ukuran batang akan kelihatan semakin mengecil ke atas. 

Temuan “Curvilinear Perspective” sangat berguna bagi seni Bonsai karena wadah tanam Bonsai sangat sempit dan bingkai pandang kita sangat terbatas terutama dalam tehnik gaya Grouping.
Dengan teori “Curvilinear Perspective”, penataan dapat dimanipulasi dengan distorsi sudut pandang sehingga efek pandangan terkesan luas dan kedalaman terkesan lebih jauh. Efek tersebut sama dengan bila kita memotret dengan memakai lensa “wide angle”.

Komposisi pada seni bonsai, sama juga dengan seni lukis yang percaya bahwa konsep asimetris tetapi berimbang adalah bentuk yang paling dinamis dan tidak membosankan, termasuk teori komposisi “Dramatic Diagonals”; demikian juga bingkai pandang yang dikenal dengan rumus “Golden Rectangle”. Dalam hal ini, “Visual Balance” yang dicari.
Sebenarnya saat kita training cabang dan ranting, terutama bonsai Cina gaya “Lingnan”, sering sekali diterapkan teori “Cuvilinear Composition” untuk mendramatisir suatu gaya secara alamiah.

Masih banyak sekali yang bisa kita pelajari dari teori dan konsep dimensi, komposisi dan perspektif, dan seyogianya dikuasai oleh para seniman bonsai karena sangat relevan dan berfaedah bagi pengembangan karya seni bonsai yang kita tekuni sehingga pijakan kita lebih solid.
Mari kita bersama-sama menggali lebih dalam, karena semakin banyak yang kita pelajari, sepertinya semakin banyak yang belum kita pehami !..terbukti seni bonsai adalah seni multi-disiplin.


Robert Steven
Initiator-Contributor-Admin Head


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat