ADAM BONSAI :: Sekitar 15 tahun yang lalu, hari-hari lelaki yang satu ini habis di pusat-pusat seni paling bergengsi di Jakarta, seperti Bentara Budaya, Taman Ismail Marzuki dan Pasar Seni Ancol. Tetapi ketika bisnis restorannya mulai menyita perhatiannya, kini –sekali waktu– dia hanya bisa bangun subuh hari kemudian berkeliling Jakarta hanya untuk memandangi patung-patung yang tersebar di mana-mana.
Itulah salah satu cara Endam Hamdani (Adam Bonsai) mengobati rasa rindunya pada dunia seni yang pernah ditekuninya. Dulu, dia memang seorang seniman pembuat patung dan relief (sculpture and relief), juga landscape taman, disamping dikenal sebagai pelukis sket yang sangat produktif. Jejak-jejak karyanya masih bisa didapati sampai sekarang, diantaranya di situs sejarah Bukit Siguntang (1992) Palembang dan karya relief di Sasana Seni Langgeng Budaya Stasiun TVRI Palembang.
“Kemudian suatu saat ketika saya bekerja di salah satu produsen otomotif terbesar di Indonesia, saya tanggalkan betul-betul atribut ‘Seniman’ itu,” kata Endam pada BursaBonsai.com. Ia semakin menjauh dari masala lalunya, ketika kemudian tenggelam dalam organisasi kemasyarakatan dan bisnis yang diterjuninya. “Saya ini boleh disebut seniman pasif,” sambarnya.
“Yang saya ingat betul waktu itu, dalam menggambar ayah saya memperkenalkan teori skala. Ini agar supaya gambar yang saya buat hasilnya mendekati keaslian obyek,” kenang Endam yang haus membaca untuk mematangkan kesenimanannya.
Lantas, bagaimana ceritanya Endam bisa terdampar di hiruk-pikuk dunia bonsai dan bahkan kemudian berganti nama jadi Adam?
“Jujur, tiga tahun saya mempelajari pakem-pakem bonsai secara teori, melalui buku maupun internet. Setelah faham teori secara ilmiah, saya mulai berani tampil di publik lewat sketsa Bonsai. Kalau nama Adam, itu cuma agar mudah diingat saja he-he-he-he,” cerita ayah dari tiga orang anak, satu putra dan tiga putri ini.
Endam orangnya rendah hati, suka membaca berbagai literatur tentang seni, oleh karenanya Ia juga suka sesuatu yang sistemik dan ilmiah dalam segala hal. Ia juga suka berbagi pengetahuan dan skill, tak segan-segan melayani konsultasi dan permintaan membuat sketsa bonsai dari para newbie (pemula) bonsai secara gratis.
“Sudah sekitar 200 sketsa bonsai saya buat untuk mereka para newbie. Mudah-mudahan saya diberi umur panjang dan mampu membuat 1000 sketsa bonsai berdasar request,” ujarnya.
Ia memilih sketsa karena mampu membuat pekerjaan lebih efisien dalam proses berkarya seni bonsai. Sketsa gampang dicerna. Karena gambar adalah bahasa universal. Ia menghindari proses enlightenment (pencerahan) pada paranewbie dalam bentuk verbal karena jauh lebih berpeluang menimbulkan multi-tafsir. Namun sketsa juga bukan sesuatu yang harus. Banyak seniman bonsai yang berkarya seni langsung tanpa sketsa, semuanya kembali kepda selera masing-masing.
Menurutnya, seni bonsai menarik karena obyek materialnya selalu berbeda. Ini yang membuat para seniman bonsai tertantang menyelesaikan setiap obyek yang di garapnya. Sebuah obyek bisa diterjemahkan dalam ribuan tampilan, tergantung seberapa besar kemampuan seorang seniman. Dalam Bonsai, ada sisi lebih karena kita dituntut mengeskpreikan karya dalam bentuk yang impresif dan mengacu kepada kewajaran dan estetika pohon hidup di alam. Kita juga dituntut piawai memahami disiplin biologi (botani) untuk mempertahankan kelangsungan hidup pada karya Bonsai selama mungkin yang tidak ada pada seni patung dan relief atau seni lainya.
“Saya Sangat menggemari semua seni, dari teater, bermusik, melukis… tapi saya lebih nyaman dengan pensil saya … he-he-he-he. Saya yakin sketsa saya akan sangat berguna buat mereka-mereka yang jauh dari keramaian pusat kota. Saya berkomitmen akan terus melayani publik selama sehat dikandung badan,” ujar Endam Hamdani alias Adam Bonsai, mengunci pembicaraan. Semoga ……
Sumber : bursabonsai.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat