Senin, 26 Agustus 2013

WAWANG SAWALA TENTANG BONSAI

BONSAI MENJADI SENI BONSAI


Sebagai penghobi yang sudah puluhan tahun menekuni bonsai, Wawang Sawala mencatat ada perkembangan yang menarik dalam dunia bonsai belakangan ini. Kalau dulu bonsai bonsai hanya diposisikan sebagai tanaman hias belaka, namun kemudian kalangan penggemar bonsai tidak lagi cukup menyebut dengan kata "bonsai" saja, melainkan dengan sebutan "seni bonsai".



Artinya tambah Wawang, sudah ada pengakuan bahwa bonsai adalah sebuah karya seni juga. Konsekuensinya, maka penilaian terhadap bonsai yang baik tentunya harus menggunakan parameter kesesian juga, khususnya seni rupa tiga dimensi. 



Dalam banyak diskusi mengenai bonsai, sering dilakukan analisis seni rupa terhadap bonsai. Bahkan apa yang disebut-sebut "aliran" dalam seni rupa juga diterapkan dalam seni bonsai. Para penggemar bonsaipun ramai-ramai belajar seni rupa demi tujuan agar lebih dapat memahami bonsai dengan baik.



Kalangan penggemar bonsai yang kebetulan memiliki latarbelakang pendidikan seni rupa, ataupun yang meamng juga berprofesi sebagai perupa, memiliki banyak kesempatan untuk memasukkan kaidah-kaidah seni rupa dalam menganalisis bonsai. Bonsai adalah karya seni rupa, begitulah klaimnya.

Suwarno Wisetrotomo, kurator seni rupa dan staff pengajar ISI Yogjakarta, punya pandangan tersendiri soal klaim tersebut diatas. Sebagaimana disampaiakn dalam majalah Jelasah Bonsai, bahwa kalangan penggemar bonsai tidak perlu bersusah payah mencari pengakuan dari seni rupa. Bahwa parameter seni rupa dapat digunakan untuk menilai bonsai, itu iya, tetapi bukan berarti seni bonsai adalah seni rupa.

Dicontohkan, penyajian makanan itu sudah dilakukan sedemikian rupa indahnya sehingga juga dapat dianalisa dari kacamata seni rupa. Tetapi apakah merasakan dan makanan itu termasuk seni rupa ? Tentu tidak, melainkan tetap disebut wisata kuliner.

Analog dengan pandangan Suwarno ini, maka seni merangkai bunga seharusnya juga tidak perlu diklaim sebagai seni rupa. Juga seni tata busana. Dengan demikian, menurut Suwarno, bonsai adalah sebuah seni, iya, tetapi bukan seni rupa. Sebut saja seni bonsai, karena sesungguhnya bonsai sudah memiliki rumahnya sendiri, tidak perlu memaksakan diri memasuki rumah seni rupa.


Pertanyaan kemudian seperti, apakah rumah seni bonsai itu ?
Sebagai karya seni yang dinikmati secara visual, maka mau tidak mau bonsai memang dapat dianalisa dari kaidah seni rupa atau seni visual.
Tetapi bonsai adalah juga tanaman hidup, yang memiliki syarat-syarat tersendiri untuk dapat disebut sebagai bonsai bagus. Maka menilai seni bonsai, memang tidak cukup hanya menggunakan parameter seni rupa saja (komposisi, balance, dimensi, dan sebagainya). Jadi menilai bonsai yang baik memang menggunakan parameter " seni rupa plus".
Aspek plus dalam penilaian bonsai itu adalah pemahaman mengenai bonsai sebagai tanaman hidup yang berasal dari alam semesta. Karena pada mulanya bonsai adalah sebuah karya yang dibuat untuk "menirukan" apa yang ada di alam. Karena itu, selama bonsai masih mensyaratkan sebagai "tanaman yang hidup dan sehat" maka penggunaaan parameter seni rupa tadi tetap harus dilakukan seiring dengan kaidah-kaidah di alam semesta.

Bagaimana alam raya ini adalah buku terbuka yang tidak pernah habis dibaca. Selalu saja ada makna baru yang dapat ditemukan dalam penelusuran kekayaan  alam sebagai sumber inspirasi membuat karya seni bonsai. Apabila, aspek-aspek hortikultura ini tidak dapat semata-mata dikendalikan secara penuh oleh kemauan seniman bonsai. Untuk menentukan tumbuhnya percabangan misalnya, selain aspek kesengajaan, ada faktor lain yang tahu-tahu terjadi dengan sendirinya sesuai dengan kaidah hortikultura tersebut. Pertumbuhan ranting dan daun yang diinginkan bisa jadi malah kering atau mati.




Sumber : agrobis



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Jika Anda memberikan saran dan pendapat